Limapuluh Kota - Pantas dan patut serta layak kiranya disebut sebagai kabupaten perjuangan. Walaupun ibu kota PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) di Bukittinggi, namun PDRI dideklarasikan di Halaban Kabupaten Lima Puluh Kota pada tanggal 19 Desember 1948. PDRI merupakan pengisi kekosongan pemerintahan saat Soekarno-Hatta dan sejumlah tokoh penting nasional ditangkap dan diasingkan oleh Pemerintah Belanda.
Saat itu, Belanda sudah menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah tak ada. Dan, PDRI menjadi penyelamat Republik ini. Dengan adanya PDRI, itu menunjukkan ke dunia bahwa Republik Indonesia masih ada. Walau PDRI sudah dicetuskan, namun Belanda ingin terus berkuasa di republik yang sangat kita cintai ini. Peristiwa Situjuah yang terjadi pada 15 Januari 1949 adalah sebagai bukti perlawanan berdarah-darah dari para pejuang kita. Tanggal 15 Januari 1949, adalah riwayat pengorbanan nyawa dari para pejuang kita yang tak bisa dilepaskan dari PDRI dan perang mempertahankan kemerdekaan.
Hari ini, Senin 15 Januari 2024, kita kembali memperingati Peristiwa Situjuah. Dalam peristiwa ini, 9 petinggi PDRI tewas di tangan belanda. Peristiwa Situjuah, peristiwa di mana Belannda melakukan aksi penyerangan terhadap para pejuang kemerdekaan RI yang terjadi di nagari Situjuah Batua. Ibu kota PDRI, memang berlokasi di Bukittinggi. Namun begitu, perjuangannya lebih banyak terjadi di desa-desa dan hutan-hutan Sumatra Tengah. Oleh Belanda PDRI kerap disebut “Pemerintahan Dalam Rimba Indonesia”.
Lokasinya ia sebut "Somewhere in the Jungle". Peristiwa Situjuah peristiwa penuh perjuangan dan pengorbanan dari pahlawan kita. Tepatnya terjadi di Lurah Kincia, Nagari Situjuah Batua, Kecamatan Situjuah Limo Nagari, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Peristiwa Situjuah salah satu bukti nyata perjuangan rakyat mempertahankan kemerdekaan. Peristiwa Situjuah membangkitkan perjuangan dan semangat perlawanan rakyat terhadap penjajah .
Peristiwa Situjuah sekaligus membuktikan pada dunia internasional bahwa Pemerintahan Republik Indonesia masih ada. Sekalipun nyawa taruhannya, tiada henti perjuangan rakyat Indonesia tidak pernah reda melawan propaganda Belanda yang memaklumatkan bahwa mereka telah menguasai Indonesia sepenuhnya, setelah berhasil menduduki ibu kota Republik Indonesia, Yogyakarta dan sekaligus menangkap dan mengasingkan para pemimpin Republik.
Hari ini, kita mengenang kembali Peristiwa Situjuah itu. Riwayat mencatat, pada 14 Januari 1949 malam, para pejuang mengadakan rapat membahas strategi bagaimana cara menghadapi agresi yang dilakukan Belanda. Rapat itu digelar atas instruksi Gubernur Militer Sumatera Tengah, Sutan Mohammad Rasjid. Rapat dipimpin Chatib Sulaiman selaku Ketua Markas Pertahanan Rakyat Daerah.
Baca juga:
Sejarah Nagari Di Minangkabau
|
Ada beberapa pemimpin penggerak pejuang yang hadir di rapat tersebut. Antara lain, Arisun Sutan Alamsyah (Bupati Militer Lima Puluh Kota), Letnan Kolonel Munir Latief, Mayor Zainuddin, Kapten Tantawi, Lettu Azinar, Letda Syamsul Bahri. Selain itu ada sekitar 60 orang pasukan Barisan Pengawal Negeri dan Kota (BPNK).
Rapat memutuskan , mereka akan menyerang kota Payakumbuh. Karena kota ini sudah diduduki Belanda. Subuh bercuaca dingin, tanggal 15 Januari 1949 para pejuang istirahat dan hendak melaksanakan shalat subuh. Tiba-tiba, Belanda datang menyerang. Subuh berkuah darah. Pejuang kita terpojok. Tapi terus bertahan walaupun senjata tak memadai. Semangat mereka tak pernah pudar. Tak pernah mundur walau selangkah. Akhirnya, para pimpinan pejuang beserta puluhan pejuang lainnya pun gugur demi mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Para pejuang kita yang gugur di Situjuah
adalah Chatib Sulaiman, Bupati Limapuluh Kota Arisun St. Alamsyah, Letkol Munir Latif, Mayor Zainuddin, Kapten Tantawi, Letnan Anizar, Sjamsul Bahri, Rusli dan Baharuddin. Mereka gugur bersama 60 pejuang lainnya. Jenazah Chatib Sulaiman dimakamkan di Lurah Kincia. Sedangkan 8 orang pejuang dimakamkan di Banda Dalam.Sementara, 13 orang di Situjuah Gadang dan 39 orang dimakamkan di sekitar kawasan pemukiman penduduk di Nagari Situjuah Batua.
Monumen Peristiwa Situjuah nan dibangun di pusat keramaian nagari Situjuah adalah bukti nyata perjuangan para pahlawan kita dan sekaligus untuk mengenang dan mengingat betapa besarnya perjuangan mereka. Nama-nama pejuang yang gugur dalam Peristiwa Situjuah ini terukir bagai bertinta emas di gerbang Masjid Pahlawan Situjuah Batua.
Hari ini kita mengenang kembali peristiwa Situjuah. Mari kita panjatkan doa dan berkirim alfatihah kepada segenap pahlawan yang gugur di Situjuah. Ya, Allah, tempatkanlah mereka di sisiMu dalam kebahagian dan kemuliaan bersamaMu.
Dalam momen ini, saya ingin mengingatkan kita semua, bahwa di saat mana para pejuang kita berkorban nyawa, bahkan harta untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan, mari kita isi kemerdekaan ini dengan semangat rela berkorban dan saiyo sakato untuk membangun dan memajukan kabupaten Lima Puluh Kota khususnya, dan Indonesia yang kucinta, umumnya.
Kita isi kemerdekaan ini dengan terus melakukan berbagai pengabdian untuk kemajuan dan memajukan nagari. Kita isi kemerdekaan ini dengan memajukan sektor pendidikan. Kita isi kemerdekaan ini dengan pikiran kreatif dan inovatif untuk memajukan dan mengembangkan UMKM, pariwisata, pertanian untuk kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh sehingga terwujudnya masyarakat madani.
Kepada generasi muda.
Kepada pelajar, mari kita isi kemerdekaan ini dengan cara, giat, tekun dan rajinlah belajar. Harumkan nama kabupaten Lima Puluh Kota dengan berbagai prestasi, baik di bidang olahraga, seni, budaya, agama dan prestasi akademis. Kita isi kemerdekaan ini dengan terus merawat dan menjaga nilai-nilai tradisi, adat dan budaya.Karena adat dan budaya adalah identitas kita selaku orang Minangkabau yang memgang teguh Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Dengan momen Peristiwa Situjuah kita gelorakan semangat kebersamaan dan persaudaraan yang kuat di tengah kehidupan bermasyarakat. Saya mengingatkan, karena kita memasuki tahun politik, jangan sampai perbedaan pilihan membuat kita berpecah belah. Berbeda pilihan adalah lumrah. Yang tidak lumrah itu adalah berpecah belah itu tadi. Mari kita sama-sama mewujudkan--terutama di kabupaten yang sangat kita cintai ini-Pemilu berdunsanak.
Saya yakin dan percaya, masyarakat kabupaten Lima Puluh Kota adalah masyarakat yang sangat demokratis . Masyarakat yang sangat cerdas. Mari, kita jalankan demokrasi ini dengan kegembiraan dan kebahagiaan serta dalam semangat persaudaraan yang tak pernah tergores. Semoga, momentum Peristiwa Situjuah menciptakan rasa nasionalisme yang kuat kepada nagari dan cinta NKRI. (Oleh: Safaruddin Datuk Bandaro Rajo)